Liontin Setengah Hati

cerpen
Oleh : balmindra

 Liontin itu hilang, aku terus mencarinya kemana-mana. Tapi tetap tidak ketemu. Padahal liontin tersebut adalah suatu azimat berharga. Suatu azimat yang aku yakini mampu mempertemukanku dengan sang jodoh hati.

 ***

 Hari ini langit amat mendung, hujan turun rintik-rintik. Aku masih menunggu datangnya bus terakhir di halte. Namun deringan sms di handphone kala itu memecah konsentrasi. Aku mencoba meraih ponsel dalam saku celana. Sebuah sms dari Jashir berbunyi,

 "Di, gua akhirnya resmi jadi calon suami Vio. Tadi baru selesai lamaran." Mataku menatap sendu sms itu, segera setelah membaca pesan tersebut kutaruh ponsel dalam tas. Sebuah bus berhenti, aku pun menaikinya.

 Di dalam bus mataku tak berhenti menatap jendela yang telah dipenuhi rintik hujan. Pandangan juga tak jemu-jemu menatap bangunan yang seolah-olah berlari mengejar. Tapi sebenarnya aku tak menatap, cuma menembus bayang bersama bangunan itu, mengingat dua sahabat terkasih dan tercinta. Yaitu Jashir dan Viola yang akan jadi pasangan dunia akhirat.

 Kami bertiga telah berkawan semenjak SD. Kami saling tau sifat satu sama lain. Kami tumbuh bersama dan melakukan banyak hal gila. Termasuk jadi pendemo bayaran yang hanya dibayar nasi bungkus.

 ***

 Tapi memang sebuah perjalanan nan amat samar. Suatu hari Vio menyatakan perasaanya padaku.

"Di, aku suka kamu."

Aku cuma terperangah, hanya bisa diam dan menganggap Viola bercanda. "Ah, lu Vi becanda mulu," jawabku kala itu simpel.

 "Cukup Di, lupain liontin besi bermagnet itu. Kamu ngga bakal ketemu orang yang memiliki setengah dari liontin ambisimu itu." Dia marah sambil menarik lengan bajuku, matanya menatap penuh kaca.

 Aku lagi-lagi terdiam setelah menatap gadis nan elok rupa tersebut. Sebenarnya aku juga menyukainya tapi aku tau Jashir juga menyukai Viola. Belum lagi sumpah yang kukatakan akan menemui cinta sejati melalui perantara liontin ini. Dan bagi laki-laki janji adalah harga diri yang tak bisa ditawar.

 "Maaf Vi, aku ada kelas." Akupun beranjak meninggalkan Viola di tengah koridor kampus di depan mading yang penuh kertas warna-warni.

 ***

 Hari-hari berlalu bagai kilat. Kini aku ,Jashir dan Viola telah diwisuda. Dan kisah cinta tak berwujud itu pun habis ditelan waktu dari hati Viola, namun bukan di hatiku. Cinta persahabatan itu tetap tumbuh dalam hati dengan bentuk yang amat lain. 

Kami masih seperti biasa, berkumpul, bersenda gurau seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi cinta makin tumbuh di hati Jashir akan Viola. Dia selalu menatapnya bagai bunga mekar yang harus dipetik. Tapi celaka, kala itu sebuah buku pribadi milikku terjatuh.

Aku tak menyadari namun Jashir dan Viola membacanya. Saat hendak kuserahkan beberapa minuman ringan pada mereka, terlihat raut yang aneh. Viola menatapku seperti pendusta dan Jashir menatapku bak pengkhianat. Ini menjadi awal tragedi persahabatan kami.

Viola tampak mulai menjauh, Jashir tak senang hati dan mengajakku bertemu di suatu tempat.

 "Di, gua udah baca segala isi diary lo. Semuanya tak lebih akan kisah cinta lo pada Viola. Dan lo tau gua kini adalah pacar Viola. Sekarang lo jelasin ini dan jangan sampai persahabatan kita rusak." Jashir bicara dengan tenang tapi dengan intonasi yang amat menekan.

Aku sebenarnya sangat marah tapi mencoba mencari relung hati yang masih tersabarkan. Aku jelaskan segalanya, bahwa cintaku pada orang lain hanya ilusi, dan liontin setengah hati ini akan selalu jadi pencapaian cintaku. Tampaknya Jashir cukup puas dengan jawaban ini.

 Kini senyum kembali tersemai di bibirnya. Sebuah perjalanan cinta macam apa yang datang dari liontin. Amatlah mustahil.

 ***

 Di tengah lebatnya hujan serta goncangan jalan bus yang tak mulus. Sebuah getaran datang dari dalam tas. Sebuah telfon dari Viola. Aku mencoba mengangkatnya.

 "Di, aku punya setengah liontin hati sepertimu. Adakah perasaanmu padaku? Aku masih Di," ungkap Viola amat jelas. Lagi-lagi pikiranku amat kacau, kututup panggilan dari Viola.

 Kuambil setengah liontin hati itu dari dalam tas. Aku memegangnya menggantung dan terus memandangi, lalu terbesit dalam otakku suatu kalimat "Mungkinkah persahabatan ini akan kuhancurkan demi sumpah akan cinta." 

-selesai-


Comments

Popular Posts