Bawang Putih, Bawang Merah dan Peri Bukit Wijah

cerpen
oleh : balmindra

Penyiksaan tiada henti terus dialami Bawang Putih setelah kematian ayahnya. Siang itu Bawang Putih dipaksa ibu dan saudari tirinya untuk mencuci pakaian ke sungai. Panas cahaya mentari membakar kulit. Bawang Putih meringis membawa bakul yang berisi pakaian kotor, telapak kakinya dibakar oleh panas tanah dan bebatuan.

Langkah gadis itu begitu tergesa-gesa menuju sungai. Namun di saat yang sama, sungai yang dituju sedang ditutup oleh para pengawal istana, karena keluarga kerajaan tengah membersihkan diri.

Bawang Putih terpaksa mengambil jalan yang lebih jauh untuk menyuci. Takut nanti ibu dan saudari tirinya marah.

Ketika sedang asik mencuci, ikan-ikan mas mengutari kaki gadis malang itu. Bawang Putih terlihat girang, tanpa ia sadari, baju saudari tirinya terlepas dari pegangan. Hanyut terbawa arus sungai. Dia panik, kemudian berlari di tepian sungai untuk mengejar.

Dengan sigap Bawang Putih melompat ke air, berusaha menyelamatkan baju yang hanyut. Tanpa sadar, ternyata, ia kini sedang berada di antara kerumun orang-orang istana. Didapatinya seorang pangeran mandi bertelanjang dada . Bawang Putih mendadak muntah, ia jijik melihat bagian dada dan lengan kiri pangeran dipenuhi kudis bernanah.

Pangeran yang kaget bergegas mengambil kain yang terletak di atas bambu-bambu tinggi yang sengaja disusun rapi untuk menutupi dirinya yang sedang mandi. Disembunyikannya badan yang berkudis tadi.

"PENGAWAL!" teriak pangeran.

Rombongan pengawal datang menghampiri pangeran.

"Tangkap wanita ini!" perintahnya.

Bawang Putih shock, ia pun menangis meminta ampun, namun tidak ada kata maaf baginya. Bawang Putih pun diseret paksa, lalu dijebloskan ke dalam penjara.

***

Gadis malang itu menangis lirih memohon ampun, kondisinya semakin terpuruk, bahkan terlihat begitu frustrasi. Penjara yang ia huni gelap dan hanya beralaskan jerami.

Suatu malam Bawang Putih memekik meronta, membuat para penjaga marah, dengan tega mereka menyirami Bawang Putih menggunakan  air kobokan bekas cucian kandang kuda.

"Diam kau gadis gila! Sekali lagi kau menjerit, kusiram kau dengan air mendidih," ancam si pengawal.

Bawang Putih hanya terdiam lesu di atas jerami.

"Ssst... ,hei gadis muda. Kesalahan apa yang telah kau perbuat hingga dipenjara seperti ini?" tanya suara pria tua dari balik penjara lain.

Karena sangat frustrasi, dengan entengnya Bawang Putih menjawab. "Aku melihat putera mahkota yang sedang mandi bertelanjang dada, badannya dipenuhi kudis menjijikan."

"APA? benarkah itu?" tanya suara tua itu lagi.

"IYA!" Bawang Putih meninggikan suaranya. Tak lama setelah itu ia tertidur.

***

Siang mengantarkan cahaya oranye menembus celah-celah penjara kayu. Bawang Putih tersadar dari tidurnya. Dari balik dinding penjara, terdengar orang-orang tengah berbisik mengenai penyakit kudis pangeran.

Lama kelamaan berita itu menyebar ke seluruh pelosok negeri. Pangeran yang saat itu juga merupakan seorang putera mahkota, bertambah parah sakitnya karena mendengar berita penyakit yang sedang ia alami, sudah menjadi rahasia umum.

Pangeran pun geram, ia menyuruh para pengawal istana untuk menjemput paksa Bawang Putih ke hadapannya.

Rambutnya kusut tak lagi terurus, badannya kumal, bau badannya pun menyerbak mengintai. Dia dipaksa berlutut ke hadapan sang pangeran yang tengah duduk pucat dalam sebuah ruangan.

"Kurang ajar kau wanita sialan, beraninya kau menyebarkan berita mengenai penyakitku. Tebas kepalanya!" perintah pangeran.

Seorang pengawal memulai ancang-ancang menebas kepala Bawang Putih yang tengah tertunduk lemas.

"Anda yakin ingin membunuhku, Paduka? Apakah Anda tak ingin sembuh?" ucap Bawang Putih nyeleneh.

"Apa maksudmu?" tanya si pangeran sambil mengarahkan tangan sebagai tanda berhenti kepada pengawalnya.

"Ya, aku mengetahui obat mujarab yang mampu menyembuhkan penyakit kulit Anda."

"Kau bergurau? Bahkan para tabib hebat negeri ini tak bisa menyembuhkanku." Pangeran tak percaya.

"Pernahkah Anda mendengar hutan sihir di Bukit Wijah? pasti Anda tidak tahu, di sana banyak tanaman sihir yang bisa menyembuhkan penyakit Anda. Di sana juga banyak peri," ucap Bawang Putih sedikit tertawa.

"Apakah ucapanmu benar?"

"Tentu." Bawang Putih menegakan kepalanya, menatap wajah pangeran dengan senyum simpul.

"Apa jaminan jika ucapanmu ini dusta?" tanya pangeran mengancam.

"Anda bisa membunuh Ibu dan Saudariku."

Pangeran menegakkan kepala berpikir panjang terhadap penawaran ini.

***

Bawang Merah dan ibunya yang kejam tampak kesal sejak menghilangnya Bawang Putih. Segala pekerjaan rumah tangga kini mereka yang mengurus.

Dari luar terdengar ketukan pintu berkali-kali. Bawang Merah yang sedang menanak nasi di dapur beranjak untuk membukakan. Dengan sigap tamu-tamu misterius itu menyekap Bawang Merah dan ibunya dengan sebuah karung goni.

***

Orang-orang itu membuka bekapan Bawang Merah dan Ibunya, mereka berdua diikat di sebuah kursi kayu.

Mata mereka berkunang-kunang, sedikit tampak oleh mereka Bawang Putih yang sedang berdiri mengenakan kebaya putih dengan setelan kain cokelat panjang. Rambutnya juga disanggul rapi.

"Hai, Ibu, Kakak," sapa Bawang Putih lembut.

Ibu dan anak itu menyahut bersamaan. "Bawang Putih???"

Lalu para pengawal kembali membekap mulut mereka. Bawang Merah dan ibunya meronta-ronta, tapi mereka tidak bisa berbuat banyak.

"Bagaimana, Pangeran?" tanya Bawang Putih.

"Baiklah, kuberikan kau waktu lima hari untuk mencari obat itu, jika tidak berhasil, maka Ibu dan Saudarimu ini akan dipenggal kepalanya." Pangeran mengancam.

"Baiklah Paduka." Bawang Putih menunduk.

Si ibu tiri dan Bawang Merah makin keras meronta.

***

Seekor kuda cokelat dan beberapa bekal dalam tas disiapkan untuk perjalanan Bawang Putih.

"Ada dua orang pengawal yang akan ikut denganmu," ucap pangeran.

"Tidak paduka, tidak perlu. Jika saya membawa orang lain, bisa-bisa peri itu lari dan obat Anda akan sulit untuk didapatkan." Bawang Putih mencoba meyakinkan.

"Lalu bagaimana aku bisa tahu kalau kau tidak berbohong?"

"Apakah kepala saudari dan ibuku tidak  cukup membuat Paduka yakin?"

Pangeran pun mengangguk dan membiarkan Bawang Putih pergi sendirian.

***

Di atas kuda, Bawang Putih tertawa geli. Dia tidak percaya kalau pangeran itu mudah sekali ditipu.

Kuda ia laju menjauhi istana dan bergerak ke perbatasan negeri. Namun di tengah  pelarian, badai datang melanda.

Ia terpaksa berteduh di sebuah penginapan yang terletak di tengah dusun padat penduduk.

Bawang Putih bermimpi melihat Bawang Merah dan ibu tirinya sedang dieksekusi. Kepala dua wanita kejam itu menggelinding satu persatu ke tanah.

Bawang Putih mual, tak lama dari arah belakang ibu dan ayah kandungnya datang untuk menjambak rambut Bawang Putih, hingga ia terjatuh tersungkur.

Ibunya tampak kecewa dan ayahnya melempar seonggok kotoran ke tangan gadis itu. Tak lama tangan  Bawang Putih terasa gatal, dia menggaruk sejadi-jadinya.

"Tanganmu akan sembuh, jika kamu berhasil menemui peri Bukit Wijah. Dan akan benar-benar sembuh, jika kamu berhasil menepati janji pada Pangeran," ucap si ibu.

"Ta-tapi, Bu, bukankah itu hanya dongeng sebelum tidur?" jawab Bawang Putih ketakutan.

Ayah dan ibunya berbalik, meninggalkan Bawang Putih yang dipenuhi rasa gatal di tangan.

Bawang Putih terbangun dari tidur, didapati tangannya kini telah ditumbuhi kudis berair dan beraroma busuk.

Wajahnya pucat pasi, pikirannya melayang entah kemana. Dia ketakutan.

Besoknya Bawang Putih melanjutkan perjalanan ke Bukit Wijah. Ditelusurinya hutan belantara yang dipenuhi marabahaya. Cahaya tampak tidak menembus hutan ini.

Dari arah belakang segerombolan serigala mengejar Bawang Putih. Dipacunya kuda agar berlari lebih kencang lagi, sayang, kaki kuda itu tersandung akar pohon. Bawang Putih jatuh terjerembab ke jurang.

***

Bawang Putih sadar dari pingsannya. Beberapa bagian badannya dibalut ramuan obat yang terbuat dari dedaunnan yang telah dihaluskan.

Seorang pria mendatangi Bawang Putih yang sedang berbaring di atas dipan.

"Sudah baikan, Nona?" tanya si pria.

"Siapa kau?" tanya Bawang Putih balik. Dia agak ketakutan.

"Aku Peri," jawab si pria.

"Peri? Kamu peri Bukit Wijah?"

"Benar, aku Peri." Si pria membereskan beberapa  piring ramuan.

"Bisakah kau menyembuhkan penyakit kulit?"

"Coba buka ramuan obat di punggung tanganmu."

Bawang Putih membuka ramuan yang diolesi ke tangannya. Kudisnya kini mengering. Rautnya terlihat sedikit bahagia. Dia memohon pada si pria agar mau membantu. Dan menceritakan segala masalah yang tengah ia hadapi.

Awalnya pria itu menolak tapi karena Bawang Putih terus menerus memohon, akhirnya ia menuruti.

***

Hari ini adalah hari yang telah dijanjikan. Bawang Putih dan si pemuda yang bernama Peri tampak terburu-buru menuju istana.

Bawang Merah dan ibunya sedang menanti eksekusi. Mata dua wanita malang itu berurai berlinang air mata. Dua orang pengawal istana bersiap memenggal kepala mereka.

"Berhenti!!!" Bawang Putih bersorak menembus kerumunan.

"Saya membawa obatnya Pangeran, ini, ini pria yang mampu mengobati sakit Anda, Paduka." Bawang Putih terengah-engah menunjuk Peri.

Pangeran memberi arahan membawa Bawang Putih dan Peri ke dalam istana, sedangkan Bawang Merah dan ibunya dibopong ke penjara.

***

Setelah seminggu akhirnya pangeran sembuh dari sakitnya.

Bawang Putih, Bawang Merah dan ibunya dibebaskan dari hukuman.

Peri diangkat jadi tabib istana, begitu pula dengan Bawang Putih, ia juga diangkat menjadi pembantu tabib istana.

Comments

Post a Comment

Popular Posts